Ikhlas dalam Menjadi Muaddib di Rumah

Ketika membahas bagaimana sebagai muaddib, kita harus untuk memiliki tujuan yang jelas, Tujuan pertama kita mencari ridho Allah subhanahu wa ta'ala, kemudian tujuan selanjutnya yaitu mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Kemudian tujuan selanjutnya adalah mengharapkan balasan terbaik di Jannah-Nya Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Hal pertama yang terpenting bahwa yang kita inginkan adalah pertama mencari keridhoan Allah SWT. Kemudian keikhlasan seorang muaddib itu dibangun dalam jiwa mu’addib memiliki makna pertama adalah bahwa niat Mu’addib itu harus benar untuk hanya Allah subhanahu wa ta'ala. Jadi kita harus meluruskan niat dulu sebagai mu’addib, sebagai pengajar baik itu mengajar di sekolah ataupun juga di rumah sebagai orang tua pun hakikatnya mu’addib bagi anak-anaknya.

Aktivitas kita sebagai mu’addib dalam mengikhlaskan niatnya itu sama sekali tidak terpengaruh dengan reaksi makhluk. Artinya hal-hal yang dari luar external kita itu kita tidak banyak terpengaruh atau sama sekali tidak terpengaruh terhadap kualitas keikhlasan dan niat awal kita, yaitu bahwa hanya untuk Allah subhanahu wa ta'ala. Kualitas dari perbuatan kita itu itu sama atau bahkan tidak berkurang sama sekali baik maupun tidak dilihat ataupun yang terlihat maupun yang dzohir maupun yang tersembunyi, harus sama dan tidak terpengaruh sama sama sekali, tidak berkurang maupun dilihat ataupun tidak, karena kita ikhlas karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Ketika kita berbicara ikhlas yang memiliki makna artinya bersihkan ataupun bersih suci dari pencemaran atau campuran baik itu secara materiil ataupun tidak. Selain itu istilah ikhlas memiliki arti bahwa membersihkan hati agar hanya tertuju kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, dengan kata lain kita melakukan ibadah tidak boleh menuju kepada apapun selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Menurut Imam Al Ghazali beliau mengatakan bahwa ikhlas itu adalah melakukan amal kebaikan dengan tujuan semata-mata karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Ikhlas memiliki ciri-cirinya, jadi jika seseorang itu memiliki ciri dalam apa disebutkan Maka insya Allah itu termasuk orang yang ikhlas. Diantaranya sebenarnya banyak sekali, ambil beberapa saja yang pertama ciri-cirinya itu yaitu tidak suka dipuji, karena pujian itu hanya sebenarnya hanya milik Allah. Bukan berarti juga kita ketika ada yang memuji kita marah juga tidak, artinya kita kembalikan pujian itu kepada Allah. Poin utamanya adalah tidak suka dipuji atau mencari-cari pujian, butuh pujian segala macam itu tidak, kemudian baik itu nanti ada pujian dan atau bahkan hinaan, jadi sama saja, jika seseorang itu sudah menganggap pujian maupun hinaan itu sama saja tidak melunturkan niatnya karena Allah, maka insyaa Allah sudah ada ciri-ciri keikhlasan pada dirinya.

Ciri selanjutnya, yaitu melupakan amal baik, artinya menjadi pribadi yang tidak mudah mengungkit-ungkit pemberian atau kebaikan. Imam Al Ghazali juga mengatakan bahwa setiap manusia itu akan binasa, kecuali orang yang berilmu, dan orang yang berilmu akan binasa kecuali orang yang beramal dengan ilmu, dan orang yang beramal juga akan binasa kecuali orang yang ikhlas dalam agamanya. Tetapi orang yang ikhlas juga di sini mendapat poin penting tetap harus waspada dan berhati-hati dalam beramal. Ikhlas ini benar-benar poin utama yang benar-benar kita pahami dan kita harus punya ilmunya, yang tidak hanya berlandaskan perasaan saja, tapi harus berlandaskan dengan ilmunya sesuai dengan Alquran dan hadis.

Comments are closed.